History, Education & Tour
Selasa, 30 Juni 2015
DEMOKRASI TERPIMPIN (1957-1965)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Demokrasi
terpimpin adalah sebuah sistem demokrasi dimana seluruh keputusan dan pemikiran
berpusat pada pemimpin negara. Konsep sistem Demokrasi Terpimpin pertama kali
diumumkan oleh Presiden Soekarno dalam pembukaan sidang konstituante pada
tanggal 10 November 1956. Masa demokrasi terpimpin (1957-1965) dimulai dengan
tumbangnya demokrasi parlementer atau demokrasi liberal yang ditandai
pengunduran Ali Sastroamidjojo sebagai perdana menteri.
Pelaksanaan
sistem Demokrasi Terpimpin, sebenarnya merupakan wujud dari obsesi Presiden
Soekarno yang dituangkan dalam Konsepsinya pada tanggal 21 Februari 1957, yang
isinya mengenai penggantian sistem Demokrasi Liberal menjadi Demokrasi
Terpimpin, pembentukan Kabinet Gotong Royong, dan pembentukan Dewan Nasional.
Ketegangan-ketegangan politik yang terjadi pasca Pemilihan Umum 1955 membuat
situasi politik tidak menentu. Kekacauan politik ini membuat keadaan negara
menjadi dalam keadaan darurat. Hal ini diperparah dengan Dewan Konstituante
yang mengalami kegagalan dalam menyusun konstitusi baru, sehingga negara
Indonesia tidak mempunyai pijakan hukum yang mantap.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Jelaskan kenapa dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli
1959?
2.
Jelaskan pelaksanaan Sistem Demokrasi Terpimpin?
3.
Jelaskan pelaksanaan Sistem Ekonomi Terpimpin?
4.
Jelaskan proses pembebasan Irian Barat (Jaya)?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Pemilu yang
pertama diselenggarakan pada masa Kabinet Burhanudin Harahap tahun 1955, di
antaranya adalah untuk memilih anggota Konstituante yang bertugas merumuskan
UUD baru. Namun dalam kenyataannya sampai tahun 1959 Konstituante tidak pernah
berhasil merumuskan Undang-Undang Dasar baru. Keadaan itu semakin mengguncangkan
situasi politik di Indonesia pada saat itu. Bahkan, masing-masing partai politik
selalu berusaha untuk menghalalkan segala cara agar tujuan partainya tercapai.
Oleh sebab itu, sejak tahun 1956 kondisi dan situasi politik negara Indonesia
semakin buruk dan kacau. Keadaan yang semakin bertambah kacau ini bisa
membahayakan dan mengancam keutuhan negara dan bangsa Indonesia. Suasana
semakin bertambah panas karena adanya ketegangan yang diikuti dengan
keganjilan-keganjilan sikap dari setiap partai politik yang berada di
Konstituante. Rakyat sudah tidak sabar lagi dan menginginkan agar pemerintah
mengambil tindakan yang bijaksana untuk mengatasi kemacetan sidang
Konstituante. Namun, Konstituante ternyata tidak dapat diharapkan lagi.
Kegagalan
Konstituante untuk melaksanakan sidang-sidangnya untuk membuat undang-undang
dasar baru, menyebabkan negara Indonesia dilanda kekalutan konstitusional.
Undang-Undang Dasar yang menjadi dasar hukum pelaksanaan pemerintahan negara
belum berhasil dibuat, sedangkan Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS 1950)
dengan sistem pemerintahan demokrasi liberal dianggap tidak sesuai dengan
kondisi kehidupan masyarakat Indonesia. Untuk mengatasi situasi yang tidak
menentu itu, pada bulan Februari 1957 Presiden Soekarno mengajukan gagasan yang
disebut dengan Konsepsi Presiden. Dalam situasi dan kondisi seperti itu, beberapa
tokoh partai politik mengajukan usul kepada Presiden Soekarno agar mendekritkan
berlakunya kembali UUD 1945 dan pembubaran Konstituante. Pemberlakuan kembali
Undang-undang Dasar 1945 merupakan langkah terbaik untuk mewujudkan persatuan
dan kesatuan nasional. Oleh karena itu, pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden
Soekarno mengeluarkan dekrit yang berisi sebagai berikut:
a.
Pembubaran Konstituante,
b.
Berlakunya kembali UUD 1945 dan idak berlakunya UUDS
1950,
c.
Pembentukkan MPRS dan DPAS.
2.2
Sistem Demokrasi Terpimpin
Lima hari
setelah Dekrit Presiden, Kabinet Karya dibubarkan dan pada tanggal 09 Juli 1959
digantik dengan Kabinet Kerja. Dalam Kabinet ini Presiden Soekarno bertindak
selaku Perdana Menteri, sedangkan Ir. Djuanda menjadi Menteri Pertama dengan
dua orang wakilnya Dr. Leimena dan Dr. Subandrio. Program cabinet meliputi
penyelenggaraan keamanan dalam negeri, pembebasan Irian Barat, dan melengkapi
sandang pangan rakyat.
Setelah terbentuknya kabinet pada 22 Juli 1959, Presiden Soekarno membentuk Dewan Pertimbangan Agung (DPA) yang diketahui oleh Presiden dengan Penpres no. 3 tahun 1959 dengan 45 orang anggota yang terdiri dari 12 wakil golongan politik, 8 orang utusan/ wakil daerah, 24 orang wakil golongan karya, dan 1 orang wakil ketua. Dewan ini berkewajiban memberi jawab atas pertanyaan Presiden dan berhak mengajukan usul kepada pemerintah (pasal 16 ayat 2 UUD 19450. Para anggota DPA dilantik pada tanggal 15 Agustus 1959. Pada upacara peringatan hari proklamasi 17 Agustus 1959, Presiden Soekarno mengucapkan pidato yang bersejarah yamh berjudul “ Penemuan kembali revolusi kita” pidato tesebut merupakan penjelasan dan pertanggungjawaban Presiden atas dekrit 5 Juli 1959 serta garis kebijakan Presiden Soekarno dalam mengenalkan sistem demokrasi terpimpin.
Setelah terbentuknya kabinet pada 22 Juli 1959, Presiden Soekarno membentuk Dewan Pertimbangan Agung (DPA) yang diketahui oleh Presiden dengan Penpres no. 3 tahun 1959 dengan 45 orang anggota yang terdiri dari 12 wakil golongan politik, 8 orang utusan/ wakil daerah, 24 orang wakil golongan karya, dan 1 orang wakil ketua. Dewan ini berkewajiban memberi jawab atas pertanyaan Presiden dan berhak mengajukan usul kepada pemerintah (pasal 16 ayat 2 UUD 19450. Para anggota DPA dilantik pada tanggal 15 Agustus 1959. Pada upacara peringatan hari proklamasi 17 Agustus 1959, Presiden Soekarno mengucapkan pidato yang bersejarah yamh berjudul “ Penemuan kembali revolusi kita” pidato tesebut merupakan penjelasan dan pertanggungjawaban Presiden atas dekrit 5 Juli 1959 serta garis kebijakan Presiden Soekarno dalam mengenalkan sistem demokrasi terpimpin.
Dalam
sidangnya pada bulan September 1959, DPA dengan suara bulat mengusulkan kepada
pemerintah agar pidato Presiden Soekarno tersebut dijadikan garis- garis besar
haluan negara. Usul DPA itu diterima baik oleh Presiden Soekarno. Rumusan DPA
atas pidato tersebut menjadi garis- garis besar haluan negara berjudul
“Manifesto politik Republik Indonesia” disingkat Manipol. Selanjutnya dengan
penetapan Presiden no.2 tahun 1959 tanggal 31 Desember 1959 dibentuk Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS), yang anggota- anggotanya ditunjuk dan
diangkat oleh Presiden dengan beberapa persyaratan, yaitu setuju kembali ke UUD
1945, setia kepada perjuangan RI, dan setuju dengan Manifesto Politik.
Berdasarkan UUD 1945, keanggotaan MPR terdiri atas anggota-anggota DPR ditambah
dengan utusan- utusan dari daerah dan wakil- wakil golongan. Tindakan Presiden
Soekarno selanjutnya dalam menegakkan Demokrasi Terpimpin adalah mendirikan
lembaga- lembaga negara baru, yaitu Front Nasional yang dibentuk melalui
penetapan Presiden no. 13 tahun1959. Dalam penetapan itu disebutkan, Front
Nasional adalah suatu organisasi massa yang memperjuangkan cita-cita proklamasi
dan cita- cita yang terkandung dalam UUD 1945. Front Nasional itu diketuai oleh
Presiden Soekarno.
Dalam regrouping pertama kabinet yang berdasarkan keputusan Presiden no. 94 tahun 1962, dilakukan pengintergrasian lembaga- lembaga tertinggi negara dengan eksekutif, yaitu MPRS, DPR GR, DPA, MA, dan Dewan Perancang Nasional. Pimpinan lembaga- lembaga negara tersebut diangkat menjadi Menteri dan ikut serta dalam sidang- sidang cabinet tertentu, yang selanjutnya ikut merumuskan dan mengamankan kebijakan pemerintahan dalam lembaga masing- masing.
Dalam regrouping pertama kabinet yang berdasarkan keputusan Presiden no. 94 tahun 1962, dilakukan pengintergrasian lembaga- lembaga tertinggi negara dengan eksekutif, yaitu MPRS, DPR GR, DPA, MA, dan Dewan Perancang Nasional. Pimpinan lembaga- lembaga negara tersebut diangkat menjadi Menteri dan ikut serta dalam sidang- sidang cabinet tertentu, yang selanjutnya ikut merumuskan dan mengamankan kebijakan pemerintahan dalam lembaga masing- masing.
Selain
lembaga-lembaga tersebut, Presiden juga membentuk Musyawarah Pembantu Pimpinan
Revolusi (MPPR) berdasarkan penetapan Presiden no. 4 tahun 1962, MPRS beserta
stafnya merupakan badan pembantu Pemimpin Besar Revolusi (PBR) dalam mengambil
kebijakan khusus dan darurat untuk menyelesaikan revolusi. Keanggotaan MPPR
terdiri dari sejumlah Menteri yang mewakili MPRS dan DPR GR, dapertemen,
angkatan- angkatan, dan para pemimpin partai politik Nasakom (Nasionalis,
Agama, dan Komunis). Dalam perkembangan selanjutnya kekuatan politik pada waktu
itu terpusat ditangan presiden Soekarno dengan TNI AD dan PKI disampingnya. (http://akrabsenada.blogspot.com/2013/08/dekrit-presiden-5-juli-1959-dan.html)
di akses 24 Maret 2014.
2.3
Sistem Ekonomi Terpimpin
a. Ekonomi- Keuangan
Untuk
merencanakan pembangunan ekonomi, pada tahun 1958 dibentuk undang-undang
mengenai pembentukan Dewan Perancang Nasional. Tugasnya adalah:
a)
Mempersiapkan rancangan undang-undang Pembangunan Nasional
yang berencana (pasal 2).
b)
Menilai penyelenggara pembangunan itu (pasal 3).
Selanjutnya
pada tanggal 15 Agustus 1959 terbentuklah Dewan Perancang Nasional (Depernas)
di bawah pimpinan Mr. Muh Yamin sebagai Wakil Menteri Pertama yang
beranggotakan 80 orang wakil golongan masyarakat dan daerah. Dalam waktu kurang
lebih satu tahun, Depernas berhasil menyusun suatu “Rancangan Dasar
Undang-Undang Pembangunan Nasional Sementara Berencana tahapan tahun
1961-1969.” MPRS menyetujui rancangan tersebut. Pada tahun 1963, Dewan
Perancang Nasional diganti dengan Badan Perancang Pembangunan Nasional
(Bappenas) yang dipimpin oleh Presiden Sukarno. Bappenas mempunyai tugas
menyusun rencana pembangunan jangka panjang dan rencana tahunan baik nasional
maupun daerah, serta mengawasi laporan pelaksanaan pembangunan. Dalam rangka
usaha membendung inflasi maka dikeluarkan kebijakan:
a)
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.2 Tahun
1959 yang mulai berlaku tanggal 25 Agustus 1959. Peraturan itu dimaksudkan
untuk mengurangi banyaknya uang dalam peredaran untuk kepentingan perbaikan
keadaan keuangan dan perekonomian negara.
b)
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.3 tahun
1959 tentang pembekuan sebagian dari simpanan pada bank-bank yang dimaksudkan
untuk mengurangi banyaknya uang dalam peredaran, yang terutama dalam tahun 1957
dan 1958 sangat meningkat jumlahnya.
c)
Peraturan moneter tanggal 25 Agustus 1959 diakhiri
dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.6/1959, yang isi
pokoknya ialah ketentuan bahwa bagian uang lembaran seribu rupiah dan lima ratus
rupiah yang masih berlaku ditukar dengan uang kertas bank baru sebelum tanggal
1 Januari 1960.
Untuk menampung
akibat-akibat dari tindakan moneter dari bulan Agustus 1959 dibentuklah Panitia
Penampung Operasi Keuangan (PPOK). Tugas pokok dari panitia ini ialah
menyelenggarakan tindak lanjut dari tindakan moneter itu, tanpa mengurangi
tanggung jawab menteri, departemen, dan jawatan yang bersangkutan.
Dengan tindakan moneter tanggal 25 Agustus 1959 tersebut, pemerintah bertujuan akan dapat mengendalikan inflasi dan mencapai keseimbangan dan kemantapan moneter. Hal itu diusahakan dengan menyalurkan uang dan kredit baru ke bidang-bidang usaha yang dipandang penting bagi kesejahteraan rakyat dan pembangunan. Tetapi pada akhir tahun 1959 itu juga, diketahui bahwa pemerintah mengalami kegagalan. Semua tindakan-tindakan moneter itu tidak mencapai sasarannya karena pemerintah tidak mempunyai kemauan politik untuk menahan diri dalam pengeluaran-pengeluarannya.
Dengan tindakan moneter tanggal 25 Agustus 1959 tersebut, pemerintah bertujuan akan dapat mengendalikan inflasi dan mencapai keseimbangan dan kemantapan moneter. Hal itu diusahakan dengan menyalurkan uang dan kredit baru ke bidang-bidang usaha yang dipandang penting bagi kesejahteraan rakyat dan pembangunan. Tetapi pada akhir tahun 1959 itu juga, diketahui bahwa pemerintah mengalami kegagalan. Semua tindakan-tindakan moneter itu tidak mencapai sasarannya karena pemerintah tidak mempunyai kemauan politik untuk menahan diri dalam pengeluaran-pengeluarannya.
Sejak tahun
1961, Indonesia terus-menerus membiayai kekurangan neraca pembayarannya dari
cadangan emas dan devisa. Pada akhir tahun 1965, untuk pertama kali dalam
sejarah moneternya, Indonesia sudah habis membelanjakan cadangan emas dan
devisanya. Presiden Soekarno menganggap perlu untuk mengintegrasikan semua Bank
Negara ke dalam suatu organisasi Bank Sentral. Untuk itu dikeluarkan Penetapan
Presiden No.7 tahun 1965 tentang Pendirian Bank Tunggal Milik Negara. Tugas
bank tersebut adalah menjalankan aktivitas-aktivitas bank sirkulasi, bank
sentral dan bank umum. Maka kemudian diadakan peleburan bank-bank negara
seperti: Bank Koperasi dan Nelayan (BKTN); Bank Umum Negara; Bank Tabungan
Negara; Bank Negara Indonesia ke dalam Bank Indonesia. Sesudah pengintegrasian
Bank Indonesia itu selesai, barulah dibentuk Bank Negara Indonesia.
b. Perdagangan dan Perkreditan Luar Negeri
Ekonomi
Indonesia bersifat agraris, karena lebih kurang 80% dari penduduk hidup dari
berkecimpung dalam bidang pertanian. Sebagian hasil dari pertanian atau
perkebunan yang dihasilkan setiap tahunnya dijual dan diekspor ke luar negeri
untuk memperoleh devisa atau valuta asing untuk membeli atau mengimpor berbagai
bahan baku dan barang konsumsi yang belum dapat dihasilkan di Indonesia. Oleh
karena itu, untuk dapat mengimpor kebutuhan- kebutuhan dari luar negeri adalah
mutlak, neraca perdagangan kita dengan luar negeri harus menunjukkan terms of
trade yang menguntungkan. Apabila itu belum tercapai, terpaksalah dicari
bantuan atau disebut juga kredit luar negeri, guna dapat membiayai impor.
Perdagangan luar negeri antara Indonesia dengan negara lain misalnya dengan
negara Cina.
Dalam rangka
usaha untuk membiayai proyek-proyek Presiden/Mandataris MPR-S, maka Presiden
Soekarno mengeluarkan Instruksi Presiden No.018
tahun 1964 dan Keputusan Presiden No.360
tahun 1964, yang berisi ketentuan-ketentuan mengenai penghimpunan dan
penggunaan “dana-dana revolusi”. Dana-dana revolusi tersebut pada mulanya
diperoleh dari pungutan uang call SPP dan dari pungutan yang dikenakan pada
pemberian izin impor dengan deferred payment. Deferred payment ialah suatu
macam impor yang dibayar dengan kredit (kredit berjangka 1-2 tahun) karena
tidak cukup persediaan devisa. Akibat kebijaksanaan kredit luar negeri ini
adalah:
a)
Hutang-hutang negara semakin bertimbun-timbun, sedangkan
ekspor semakin menurun dan Devisa menipis karena ekspor menurun sekali.
b)
Hutang luar negeri dibayar dengan kredit baru atau
pembayaran itu ditangguhkan.
c)
RI tidak mampu lagi membayar tagihan-tagihan dari luar
negeri, karena itu, sering terjadi beberapa negara menyetop impornya ke
Indonesia karena hutang-hutang tidak dibayar.
d)
Di dalam negeri berakibat mengganggu proses produksi,
distribusi dan perdagangan serta menimbulkan kegelisahan di kalangan penduduk.
Dana revolusi tersebut diberikan dalam bentuk kredit kepada orang lain atau perusahaan dengan rente tertentu agar jumlah dana bertambah terus. Namun, pemberian kredit tersebut menyimpang dari pemberian kredit biasa sampai kira-kira mencapai jumlah Rp 338 milyar (uang lama). Hal ini mengakibatkan inflasi meningkat sangat tinggi karena pemerintah sama sekali tidak mengindahkan jumlah uang yang beredar. Bank Indonesia diizinkan untuk mengadakan penyertaan dalam perusahaan, sehingga membawa akibat yang cukup luas bagi masyarakat, misalnya:
Dana revolusi tersebut diberikan dalam bentuk kredit kepada orang lain atau perusahaan dengan rente tertentu agar jumlah dana bertambah terus. Namun, pemberian kredit tersebut menyimpang dari pemberian kredit biasa sampai kira-kira mencapai jumlah Rp 338 milyar (uang lama). Hal ini mengakibatkan inflasi meningkat sangat tinggi karena pemerintah sama sekali tidak mengindahkan jumlah uang yang beredar. Bank Indonesia diizinkan untuk mengadakan penyertaan dalam perusahaan, sehingga membawa akibat yang cukup luas bagi masyarakat, misalnya:
e)
Bank Indonesia sebagai Bank Sentral tidak dapat lagi
menjalankan fungsinya sebagai pengantar peredaran uang.
f)
Neraca Bank Indonesia tidak dapat diketahui oleh rakyat
lagi.
g)
Neraca Bank Indonesia yang tidak diumumkan itu
mendorong usaha-usaha spekulasi dalam bidang ekonomi dan perdagangan. (Poesponegoro,
2008: 429- 436).
2.4 Pembebasan Irian Barat (Jaya)
Ada beberapa
bentuk perjuangan dalam rangka pembebasan Irian Barat, yaitu:
a. Perjuangan Diplomasi
Pada bidang
ini Indonesia mandahulukan cara damai dalam menyelesaikan persengketaan. Perjuangan
tersebut dilakukan dengan perundingan. Jalan diplomasi ini sudah dimulai sejak
kabinet Natsir (1950) yang selanjutnya dijadikan program oleh setiap kabinet.
Meskipun selalu mengalami kegagalan sebab Belanda masih menguasai Irian Barat
bahkan secara sepihak memasukkan Irian Barat ke dalam wilayah Kerajaan Belanda.
Perjuangan secara diplomasi ditempuh dengan 2 tahap, yaitu
1)
Secara bilateral
Melalui
perundingan dengan belandaBerdasarkan perjanjian KMB masalah Irian Barat akan
diselesaikan melalui perundingan, setahun setelah pengakuan kedaulatan. Pihak
Indonesia menganggap bahwa Belanda akan menyerahkan Irian Barat pada waktu yang
telah ditentukan. Sementara Belanda mengartikan perjanjian KMB tersebut bahwa
Irian Barat hanya akan dibicarakan sebatas perundingan saja, bukan diserahkan.
Berdasarkan alasan tersebut maka Belanda mempunyai alasan untuk tetap menguasai
Indonesia. Akhirnya perundingan dengan Belanda inipun mengalami kegagalan.
2)
Diplomasi dalam forum PBB
Diplomasi dalam
forum PBB ini membawa masalah Indonesia-Belanda ke sidang PBB yang dilakukan
sejak Kabinet Ali Sastroamijoyo I, Burhanuddin Harahap, hingga Ali
Sastroamijoyo II. Dikarenakan penyelesaian secara diplomatik mengalami
kegagalan dan karena adanya pembatalan Uni Indonesia-Belanda secara sepihak
maka Indonesia sejak 1954 melibatkan PBB dalam menyelesaikan masalah Irian Barat.
Upaya melalui
forum PBB pun tidak berhasil karena mereka menganggap masalah Irian Barat
merupakan masalah internal antara Indonesia-Belanda. Negara-negara barat masih
tetap mendukung posisi Belanda. Indonesia justru mendapat dukungan dari
negara-negara peserta KAA di Bandung yang mengakui bahwa Irian Barat merupakan
bagian dari Negara Kesatuan republik Indonesia.
b. Perjuangan Konfrontasi Politik, Ekonomi dan
Militer
Perjuangan
diplomasi baik bilateral maupun dalam forum PBB belum menunjukkan hasil
sehingga Indonesia meningkatkan perjuangannya dalam bentuk konfrontasi.
Konfrontasi dilakukan tetapi tetap saja melanjutkan diplomasi dalam
sidang-sidang PBB. Konfrontasi yang ditempuh yaitu konfrontasi politik dan
ekonomi, serta konfrontasi militer.
1. Konfrontasi Ekonomi
Konfrontasi
ekonomi dilakukan oleh pemerintah Indonesia terhadap aset-aset dan
kepentingan-kepentingan ekonomi Belanda di Indonesia. Konfrontasi ekonomi
tersebut sebagai berikut:
1)
Tahun 1956 secara sepihak Indonesia membatalkan hasil
KMB, diumumkan pembatalan utang-utang RI kepada Belanda.
2)
Selama tahun 1957 melakukan Pemogokan buruh di
perusahaan-perusahaan Belanda, melarang terbitan-terbitan dan film berbahasa
Belanda, dan melarang penerbangan kapal-kapal Belanda
3)
Selama tahun 1958-1959 melakukan Nasionalisasi terhadap
± 700 perusahaan-perusahaan Belanda di Indonesia
2.
Konfrontasi
Politik
1)
Tahun 1951, Kabinet Sukiman menyatakan bahwa hubungan
Indonesia dengan Belanda merupakan hubungan bilateral biasa
2)
Tanggal 3 Mei 1956, pada masa Kabinet Ali Sastroamijoyo
II, diumumkan pembatalan semua hasil KMB
3)
Pada tanggal 17 Agustus 1956 dibentuk provinsi Irian
Barat dengan ibukotanya kotanya di Soa Siu (Tidore) dan Zaenal Abidin Syah
(Sultan Tidore) sebagai gubernurnya yang dilantik tanggal 23 September 1956.
Provinsi Irian Barat meliputi : Irian, Tidore, Oba, Weda, Patani, dan Wasile
4)
Pada tanggal 18 November 1957 terjadi Rapat umum pembebasan
Irian Barat di Jakarta
5)
Tahun 1958, Pemerintah RI menghentikan
kegiatan-kegiatan konsuler Belanda di Indonesia. Pemecatan semua pekerja warga
Belanda di Indonesia
6)
Tanggal 8 Februari 1958, dibentuk Front Nasional
Pembebasan Irian Barat
7)
Tanggal 17 Agustus 1960 diumumkan pemutusan hubungan
diplomatik dengan Belanda
3. Konfrontasi Militer
Dampak dari
tindakan konfrontasi politik dan ekonomi tersebut maka tahun 1961 dalam Sidang
Majelis Umum PBB terjadi perdebatan mengenai masalah Irian Barat. Diputuskan
bahwa Diplomat Amerika Serikat Ellsworth Bunker bersedia menjadi penengah dalam
perselisihan antara Indonesia dan Belanda. Bunker mengajukan usul yang dikenal
dengan Rencana Bunker, yaitu :
1) Pemerintah
Irian Barat harus diserahkan kepada Republik Indonesia
2) Setelah
sekian tahun, rakyat Irian Barat harus diberi kesempatan untuk menentukan
pendapat apakah tetap dalam negara Republik Indonesia atau memisahkan diri
3) Pelaksanaan
penyelesaian masalah Irian Barat akan selesai dalam jangka waktu dua tahun.
Indonesia
menyetujui usul itu dengan catatan jangka waktu diperpendek. Tetapi pihak
Belanda tidak mengindahkan usul tersebut bahkan mengajukan usul untuk
menyerahkan Irian Barat di bawah pengawasan PBB. Selanjutnya PBB membentuk
negara Papua dalam jangka waktu 16 tahun. Jadi Belanda tetap tidak ingin Irian
Barat menjadi bagian dari Indonesia. Keinginan Belanda tersebut tampak jelas
ketika tanpa persetujuan PBB, Belanda mendirikan negara Papua, lengkap dengan
bendera dan lagu kebangsaan. Tindakan Belanda tersebut tidak melemahkan
semangat bangsa Indonesia. Indonesia menganggap bahwa sudah saatnya menempuh
jalan kekuatan fisik (militer).
c.
Operasi-
Operasi Militer Pembebasan Irian Barat
Pada tanggal 17
Agustus 1960 hubungan diplomatic dengan Belanda diputuskan. Untuk lebih
meningkatkan perjuangan, maka Pada tanggal 19 Desember 1961, Presiden Soekarno
mengumumkan Tri Komando Rakyat (Trikora) di Yogyakarta yang telah dirumuskan
oleh Dewan Pertahanan Nasional. Adapun Isi dari Trikora tersebut adalah sebagai
berikut:
1) Gagalkan
Pembentukan Negara boneka papua buuatan Belanda
2) Kibarkan
Sang merah Putih di Irian Barat, Tanah air Indonesia
3) Bersiaplah
untuk mobilisasi umum guna mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan tanah air
dan bangsa
Sesuai dengan
perkembangan situasi, Trikora diperjelas dengan Instruksi Panglima Besar
Komando Tertinggi Pembebasan Irian Barat No.1 kepada Panglima Mandala yang
isinya sebagai berikut:
1) Merencanakan,
mempersiapkan, dan menyelenggarakan operasi militer dengan tujuan mengembalikan
wilayah Irian Barat ke dalam kekuasaan Negara RI.
2) Mengembangkan
situasi di Provinsi Irian Barat sesuai dengan perjuangan di bidang diplomasi
dan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya di Wilayah Irian Barat dapat secara
de facto diciptakan daerah-daerah bebas atau ada unsur kekuasaan/ pemerintah
daerah Republik Indonesia
Untuk
melaksanakan Instruksi itu, Panglima Mandala menyusun strategi yang dikenal dengan
“Strategi Panglima Mandala”, yaitu sebagai berikut:
a. Tahap
Infiltrasi / Penyusupan (sampai akhir 1962)
Tahap jalan
infiltrasi, yaitu dengan memasukkan 10 kompi di sekitar sasaran-sasaran
tertentu untuk menciptakan daerah bebas de facto yang kuat sehingga sulit
dihancurkan oleh musuh dan mengembangkan pengusaan wilayah dengan membawa serta
rakyat Irian Barat.
b. Tahap
Eksploitasi (awal 1963)
Mulai Tahap ini
dengan mengadakan serangan terbuka terhadap induk militer lawan dan menduduki
semua pos-pos pertahanan musuh yang penting.
c.
Tahap Konsolidasi (awal 1964)
Tahap
konsolidasi yaitu dengan menunjukkan kekuasaan dan menegakkan kedaulatan
Republik Indonesia secara mutlak di seluruh Irian Barat. Pelaksanaannya
Indonesia menjalankan tahap infiltasi, selanjutnya melaksanakan operasi
Jayawijaya, tetapi sebelum terlaksana pada 18 Agustus 1962 ada sebuah perintah
dari presiden untuk menghentikan tembak-menembak.
Surat perintah
tersebut dikeluarkan setelah ditandatangani persetujuan antara pemerintah RI
dengan kerajaan Belanda mengenai Irian Barat di Markas Besar PBB di New York
pada tanggal 15 Agustus 1962 yang selanjutnya dikenal dengan Perjanjian New
York. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Menlu Subandrio sementara
itu Belanda dipimpin oleh Van Royen dan Schuurman. Kesepakatan tersebut berisi:
itu Belanda dipimpin oleh Van Royen dan Schuurman. Kesepakatan tersebut berisi:
1)
Kekuasaan pemerintah di Irian Barat untuk sementara
waktu diserahkan pada UNTEA(United Nations Temporary Executive Authority)
2)
Akan diadakan PERPERA (Penentuan Pendapat Rakyat) di Irian
Barat sebelum tahun 1969
3)
Untuk menjamin Keamanan di Irian Barat dibentuklah
pasukan penjaga perdamaian PBB yang disebut UNSF (United Nations Security
Force) yang dipimpin oleh Brigadir Jendral Said Udin Khan dari Pakistan.
Berdasarkan
Perjanjian New York proses untuk pengembalian Irian Barat ditempuh melalui
beberapa tahap, yaitu :
1.
Antara 1 Oktober -31 Desember 1962 merupakan masa
pemerintahan UNTEA bersama Kerajaan Belanda.
2.
Antara 1 Januari 1963- 1 Mei 1963 merupakan masa
pemerintahan UNTEA bersama RI.
3.
Sejak 1 Mei 1963, wilayah Irian Barat sepenuhnya berada
di bawah kekuasaan RI.
4.
Tahun 1969 akan diadakan act of free choice, yaitu
penentuan pendapat rakyat
Penentuan
Pendapat rakyat (Perpera) berarti rakyat diberi kesempatan untuk memilih tetap
bergabung dengan Republik Indonesia atau Merdeka. Perpera mulai dilaksankan
pada tanggal 14 Juli 1969 di Merauke sampai dengan 4 Agustus 1969 di Jayapura.
Hasil Perpera tersebut adalah mayoritas rakyat Irian Barat menyatakan tetap
berada dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hasil Perpera selanjutnya dibawa
oleh Diplomat PBB, Ortis Sanz (yang menyaksikan setiap tahap Perpera) untuk
dilaporkan dalam sidang Majelis Umum PBB ke-24. Tanggal 19 November 1969,
Sidang Umum PBB mengesahkan hasil Perpera tersebut. (http://yhozhie.blogspot.com/2013/05/perjuangan-pembebasan-irian-barat.html)
di akses 24 Mei 2015.
BAB III
PENUTUP
Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa dicetuskannya sistem Demokrasi Terpimpin oleh Presiden
Soekarno yaitu dari segi keamanan : banyaknya gerakan sparatis pada masa
Demokrasi Liberal, menyebabkan ketidakstabilan di bidang keamanan. Dari segi
perekonomian : sering terjadinya pergantian kabinet pada masa Demokrasi Liberal
menyebabkan program-program yang dirancang oleh kabinet tidak dapat dijalankan
secara utuh, sehingga pembangunan ekonomi tersendat. Dari segi politik :
konstituante gagal dalam menyusun UUD baru untuk menggantikan UUDS 1950, maka
pada tanggal 5 Juli 1959 presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden.
Untuk merencanakan
pembangunan ekonomi, pada tahun 1958 dibentuk undang-undang mengenai
pembentukan Dewan Perancang Nasional. Tugasnya adalah mempersiapkan rancangan
undang-undang Pembangunan Nasional yang berencana dan menilai penyelenggara
pembangunan itu. Pada massa demokrasi terpimpin Indonesia melakukan kredit luar
negeri dan melakukan kerja sama perdaganan dengan Cina yang memberikan
keuntungan materi dan politik.
Ada beberapa bentuk perjuangan dalam rangka pembebasan Irian Barat, yaitu: perjuangan diplomasi, perjuangan Konfrontasi Politik, Ekonomi dan Militer serta operasi- operasi Militer. Untuk lebih meningkatkan perjuangan, maka Pada tanggal 19 Desember 1961, Presiden Soekarno mengumumkan Tri Komando Rakyat (Trikora) di Yogyakarta yang telah dirumuskan oleh Dewan Pertahanan Nasional. Kemudian Trikora ini diperjelas dengan Instruksi Panglima Mandala yang menyusun strategi yang dikenal dengan “Strategi Panglima Mandala”, yaitu tahap Infiltrasi / Penyusupan (sampai akhir 1962), tahap Eksploitasi (awal 1963), dan tahap Konsolidasi (awal 1964).
Ada beberapa bentuk perjuangan dalam rangka pembebasan Irian Barat, yaitu: perjuangan diplomasi, perjuangan Konfrontasi Politik, Ekonomi dan Militer serta operasi- operasi Militer. Untuk lebih meningkatkan perjuangan, maka Pada tanggal 19 Desember 1961, Presiden Soekarno mengumumkan Tri Komando Rakyat (Trikora) di Yogyakarta yang telah dirumuskan oleh Dewan Pertahanan Nasional. Kemudian Trikora ini diperjelas dengan Instruksi Panglima Mandala yang menyusun strategi yang dikenal dengan “Strategi Panglima Mandala”, yaitu tahap Infiltrasi / Penyusupan (sampai akhir 1962), tahap Eksploitasi (awal 1963), dan tahap Konsolidasi (awal 1964).
DAFTAR PUSTAKA
M.C Ricklefs.2005. Sejarah Indonesia Modern 1200-2004.
Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta
Poesponegoro,
Marwati Djoened. 2008. Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta : Balai Pustaka
Yhozhie.http://yhozhie.blogspot.com/2013/05/perjuangan-pembebasan-irian-barat.html
di akses 24 Mei 2015.
MASA KEDUDUKAN VOC DI INDONESIA
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang dibentuknya VOC
Keinginan Belanda untuk melakukan monopoli dibidang
perdagangan dikawasan Nusantara, ternyata tidak hanya merupakan keinginan
Belanda sendiri, tetapi juga negara lainnya, seperti Inggris. Bahkan Inggris telah
mendahului langkah VOC dengan membentuk sebuah perserikatan dagang untuk
kawasan Asia di tahun 1600 yang diberi nama EIC (East India Company), yang mana
telah menimbulkan kekawatiran dikalangan para pedagang Belanda sehingga
persaingan yang tadinya ada diantara mereka sendiri berubah menjadi kesepakatan
untuk membentuk sebuah badan dagang guna membendung EIC.
Untuk menghilangkan persaingan antar pedagang Belanda
dan untuk mengahadapi persaingan dagang dengan bangsa Eropa lainya, maka pada
tanggal 20 Maret 1602, atas prakarsa Pangeran Maurits dan Olden Barneveld
didirikan kongsi perdagangan bernama Verenigde Oost-Indische Compagnie-VOC
(Perkumpulan Dagang India Timur). Pengurus pusat VOC terdiri dari 17 orang.
Pada tahun 1602 VOC membuka kantor pertamanya di Banten yang di kepalai oleh
Francois Wittert.
1.2. Rumusan Permasalahan
a.
Bagaimana kedatangan Belanda?
b.
Bagaimana pembentukan kongsi dagang Belanda?
c.
Bagaimana sepak terjang VOC di Indonesia?
d.
Bagaimana politik ekonomi VOC?
e.
Bagaimana sistem birokrasi VOC?
f.
Bagaimana sebab jatuhnya VOC ?
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
2.1. Kedatangan Belanda
Pada 1596,
ekspedisi Belanda mendarat di pelabuhan Banten. Rombongan pertama Belanda tidak
membuahkan hasil yang diharapkan. Houtman dan anak buahnya diusir penduduk
setempat karena sikap mereka yang kasar dan sombong. Ekspedisi ini pulang
dengan tangan hampa. Namun meraka telah membawa rute bagi perjalanan
berikutnya. Ekspedisi kedua Belanda di bawah pimpinan Jacob van Neck berhasil
mendarat di Banten pada 1598. Berbekal pengalaman sebelumnya, kedatangan mereka
diiringi sikap yang baik sehingga mereka diterima penduduk setempat, apalagi
saat itu penduduk Banten sedang berseteru dengan Portugal. Situasi ini menjadi
peluang bagi Belanda untuk membina kerjasama di bidang perdagangan. Setelah
mendapatkan apa yang mereka mau dan keuntungan yang banyak, ekspedisi ini
kembali ke negeri Belanda dengan muatan kapal yang penuh rempah-rempah.
Keberhasilan ekspedisi kedua ini telah mendorong banyak pedagang Belanda untuk
kembali ke nusantara.
2.2. Pembentukan Kongsi Dagang Belanda
Dengan
semakin banyaknya pedagang-pedagang Belanda yang mendatangi kepulauan
Nusantara, maka hal ini mengakibatkan timbulnya rasa persaingan di antara
sesama pedagang Belanda yang justru memperlemah kedudukan pedagang Belanda di
nusantara. Apalagi mengingat Inggris dan Perancis yang telah memikili
perkumpulan pedagang atau kongsi dagang yang sudah terbentuk dengan kuat. Atas
dasar itulah, Johan van Oldenbarnevelt, kemudian mengusulkan agar masyarakat
Belanda membuat kongsi dagang seperti kongsi dagang milik Inggris dan Perancis.
Pada 20 Maret 1602, Perseroan – perseroan yang saling bersaing bergabung membentuk perserikatan Maskapai Hindia Timur, bernama Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC). Kepentingan yang bersaing itu diwakili oleh sistem majelis (kamer) untuk enam wilayah di Belanda. Setiap majelis mempunyai sejumlah direktur yang telah disetujui yang berjumlah tujuh belas orang yang disebut sebagai Heeren XVII (tuan-tuan tujuh belas).
Pada 20 Maret 1602, Perseroan – perseroan yang saling bersaing bergabung membentuk perserikatan Maskapai Hindia Timur, bernama Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC). Kepentingan yang bersaing itu diwakili oleh sistem majelis (kamer) untuk enam wilayah di Belanda. Setiap majelis mempunyai sejumlah direktur yang telah disetujui yang berjumlah tujuh belas orang yang disebut sebagai Heeren XVII (tuan-tuan tujuh belas).
Tujuan
didirikannya VOC yaitu:
a.
Menghilangkan persaingan yang merugikan para pedagang
Belanda.
b.
Menyatukan tenaga untuk menghadapi persaingan dari
Portugal dan pedagang-pedagang nusantara.
c.
Mencari keuntungan yang sebesar-besarnya untuk menghadapi
perang melawan Spanyol
VOC
merupakan perhimpunan dagang di kalangan swasta Belanda. Kongsi dagang ini
merasa berkewajiban membantu pemerintah Belanda dalam mendapatkan dana.
Sebaliknya, pemerintah Belanda memandang perlu untuk memberikan sejumlah
kewenangan kepada VOC yang kemudian disebut hak oktroi (hak paten).
a.
Hak-hak VOC yang diberikan pemerintah Belanda adalah
sebagai berikut:
b.
Hak memonopoli perdagangan.
c.
Hak memiliki angkatan perang, berperang, mendirikan benteng-benteng
dan menjajah.
d.
Hak mengadakan perjanjian dengan raja atau penguasa
setempat atas nama pemerintah Belanda.
e.
Hak mencetak dan mengedarkan uang.
f.
Hak mengangkat dan memberhentikan pegawai.
g.
Hak menjalankan kekuasaan kehakiman.
h.
Hak mengadakan pemerintahan sendiri.
i.
Hak melakukan pungutan pajak.
j.
Menjadi wakil pemerintah Belanda di Asia.
Dengan
hal-hak istimewa tersebut, VOC bukan saja sebagai kongsi dagang, tetapi juga
merupakan pemerintah semi resmi. Pada tahun 1605, VOC dibawah pimpinan Steven
van der Haagen berhasil merebut benteng portugis di Ambon. Untuk memperkuat
kedudukannya maka VOC mengangkat seorang pimpinan yang berpangkat Gubernur
Jendral.
2.3. Sepak Terjang VOC di Indonesia
Gubernur
jendral VOC pertama di Indonesia adalah Pieter Both. Ia menentukan pusat
kedudukan VOC di Ambon atas dasar kemudahan monopoli rempah-rempah. Ia
berencana memindahkan kekuasaan ke Jayakarta karena dipandang lebih strategis
dan berada dijalur perdagangan Asia.
Berikut ini
beberapa nama-nama Gubernur Jendral setelah Pieter Both :
1614-1615 Gerard Reynst
1616-1619 Laurens Reaal
1619-1623 Jan Pieterszoon Coen
1623-1627 Pieter Carpentier
1627-1629 Jan Pieterszoon Coen
1629-1632 Jacques Specx
1632-1636 Hendrik Brouwer
1636-1645 Antonio van Diemen
1645-1650 Cornelis van der Lijn
1650-1653 Carel Reyniersz
1653-1678 Joan Maetsuycker
1678-1681 Rijcklof van Goens
1681-1684 Cornelis Speelman
1684-1691 Johannes Camphuys
1691-1704 Willem van Outhoorn
1704-1709 Joan van Hoorn
1709-1713 Abraham van Riebeeck
1713-1718 Christoffel van Swoll
1718-1725 Hendrick Zwaardecroon
1725-1729 Mattheus de Haan
1729-1731 Diederik Durven
1732-1735 Dirk van Cloon
1735-1737 Abraham Patras
1737-1741 Adriaan Valckenier
1741-1743 Johannes Thedens (waarnemend)
1743-1750 Gustaaf Willem Baron van Imhoff
1750-1761 Jacob Mossel
1761-1775 Petrus Albertus van der Parra
1775-1777 Jeremias van Riemsdijk
1777-1780 Reinier de Klerk
1780-1796 Willem Arnold Alting
1616-1619 Laurens Reaal
1619-1623 Jan Pieterszoon Coen
1623-1627 Pieter Carpentier
1627-1629 Jan Pieterszoon Coen
1629-1632 Jacques Specx
1632-1636 Hendrik Brouwer
1636-1645 Antonio van Diemen
1645-1650 Cornelis van der Lijn
1650-1653 Carel Reyniersz
1653-1678 Joan Maetsuycker
1678-1681 Rijcklof van Goens
1681-1684 Cornelis Speelman
1684-1691 Johannes Camphuys
1691-1704 Willem van Outhoorn
1704-1709 Joan van Hoorn
1709-1713 Abraham van Riebeeck
1713-1718 Christoffel van Swoll
1718-1725 Hendrick Zwaardecroon
1725-1729 Mattheus de Haan
1729-1731 Diederik Durven
1732-1735 Dirk van Cloon
1735-1737 Abraham Patras
1737-1741 Adriaan Valckenier
1741-1743 Johannes Thedens (waarnemend)
1743-1750 Gustaaf Willem Baron van Imhoff
1750-1761 Jacob Mossel
1761-1775 Petrus Albertus van der Parra
1775-1777 Jeremias van Riemsdijk
1777-1780 Reinier de Klerk
1780-1796 Willem Arnold Alting
2.4. Politik Ekonomi VOC
Usaha VOC
untuk mendapatkan untung yang sebesar-besarnya adalah melalui monopoli perdagangan.
Untuk itu VOC menerapkan beberapa aturan dalam melaksanakan monopoli
perdagangan antara lain :
1. Verplichhte Leverantie
Verplichhte Leverantie yaitu penyerahan wajib hasil bumi dengan harga yang
telah ditetapkan oleh VOC. Peraturan ini melarang rakyat untuk menjual hasil
bumi kepada pedagang lain selain VOC.
2. Contingenten
Contingenten yaitu kewajiban bagi rakyat untuk membayar pajak berupa hasil
bumi.
3. Ektripasi
Ektripasi yaitu hak VOC untuk menebang tanaman rempah-rempah agar tidak
terjadi kelebihan produksi yang dapat menyebabkan harga merosot.
4. Pelayaran Hongi
Pelayaran Hongi yaitu pelayran dengan menggunakan prahu kora-kora untuk
mengawasi pelaksanaan perdagangan VOC dan menindak pelanggarnya.
2.5. Sistem Birokrasi VOC
Untuk
memerintah wilayah-wilayah di Indonesia, VOC mengangkat seorang gubernur
jendral yang dibantu oleh empat orang anggota yang disebut Raad van Indie
(dewan India). Dibawah gubernur jendral ada gubernur yang memimpin suatu
daerah, serta dibawah gubernur ada residen yang dibantu oleh asisten residen.
Beberapa gubernur jendral VOC yang dianggap berhasil mengembangkan usaha dagang
dan kolonisasi di Indonesia:
a.
Jaan Pieterszoon Coen ( 1619-1629 )
b.
Antonio van Diemen ( 1636-1645 )
c.
Joan Maetsycker ( 1653-1678 )
d.
Cornelis Speelman ( 1681-1684 )
Dalam melaksanakan sistem pemerintahan VOC menerapkan sistem pemerintahan tidak langsung dengan memanfaatkan sistem feodalisme yang sudah berkembang di Indonesia.
2.6. Reaksi dan Perlawanan Kerajaan-kerajaan Islam terhadap
VOC
1. Mataram menghadapi VOC (1628-1629)
Sultan Agung (1613-1645) adalah raja
terbesar Mataram yang bercita-cita: (1) mempersatukan seluruh Jawa di bawah
Mataram, dan (2) mengusir Kompeni (VOC) dari Pulau Jawa. Untuk merealisir
cita-citanya, ia bermaksud membendung usaha-usaha Kompeni menjalankan penetrasi
politik dan monopoli perdagangan.
Pada tanggal 18 Agustus 1618, kantor
dagang VOC di Jepara diserbu oleh Mataram. Serbuan ini merupakan reaksi pertama
yang dilakukan oleh Mataram terhadap VOC. Pihak VOC kemudian melakukan balasan
dengan menghantam pertahanan Mataram yang ada di Jepara. Sejak itu, sering
terjadi perlawanan antara keduanya, bahkan Sultan Agung berketetapan untuk
mengusir Kompeni dari Batavia.
Serangan besar-besaran terhadap
Batavia, dilancarkan dua kali. Serangan pertama, pada bulan Agustus 1628 dan
dilakukan dalam dua gelombang. Gelombang I di bawah pimpinan Baurekso dan
Dipati Ukur, sedangkan gelombang II di bawah pimpinan Sura Agul-Agul,
Manduraredja, dan Upasanta. Batavia dikepung dari darat dan laut selama tiga
bulan, tetapi tidak menyerah. Bahkan sebaliknya, tentara Mataram akhirnya
terpukul mundur. Perlawanan pertama mengalami kegagalan disebabkan :
a. Kondisi
pasukan Mataram yang kelelahan
b. Terserang
penyakit
Perlawanan rakyat Mataram kedua terhadap VOC di
Batavia dilaksanakan tahun 1629. Sultan Agung menyerang Batavia untuk
kedua kalinya yang dipimpin oleh Dipati
Puger dan Dipati Purbaya. Pasukan Mataram berusaha membendung sungai
Citarum yang melewati kota Batavia. Pembendungan itu pun bermaksud agar VOC di
Batavia kekurangan air dan mudah kelelahan. Strategi ini ternyata cukup efektif,
terbukti bangsa Belanda kekurangan air dan terjangkit wabah penyakit malaria
dan kolera yang sangat membahayakan jiwa manusia.
Perlawanan pasukan Mataram yang kedua terpaksa
mengalami kegagalan lagi karena :
a.
Kalah persenjataan.
b.
Kekurangan persediaan makanan,
karena lumbung-lumbung persediaan makanan yang dipersiapkan di Tegal, Cirebon,
dan Kerawang telah dimusnahkan oleh Kompeni.
b.
Jarak Mataram - Batavia terlalu
jauh.
c.
Datanglah musim penghujan, sehingga
taktik Sultan Agung untuk membendung sungai Ciliwung gagal.
d.
Terjangkitnya wabah penyakit yang
menyerang prajurit Mataram.
Hubungan antara VOC dan Mataram
hingga meninggalnya Sultan Agung pada tahun 1645 tidak mengalami perbaikan.
2. Banten menghadapi VOC (1651-1682)
Pertentangan antara banten dengan
VOC diawali Pada tahun 1619 J.P Coen berhasil merebut Jayakarta. VOC yang
berpusat di Batavia ingin menguasai Selat Sunda, karena Selat Sunda merupakan
daerah perdagangan Banten yang sangat penting, langkah Belanda ditentang terus
oleh Sultan Ageng Tirtayasa. Perlawanan Banten meningkat setelah Sultan
Ageng Tirtayasa naik tahta pada tahun 1651.
Untuk melemahkan kerajaan
banten VOC melakukan politik
"devide et impera". Pada tahun 1671 Sultan Ageng Tirtayasa mengangkat
putra mahkota (dikenal dengan sebutan Sultan Haji karena pernah naik haji)
sebagai pembantu yang mengurusi urusan dalam negeri, sedangkan urusan luar
negeri dipercayakan kepada Pangeran Purboyo ( adik Sultan Haji). Atas hasutan
VOC, Sultan Haji mencurigai ayahnya dan menyatakan bahwa ayahnya ingin
mengangkat Pangeran Purboyo sebagai raja Banten. Pada tahun 1680, Sultan Haji
berusaha merebut kekuasaan, sehingga terjadilah perang terbuka antara Sultan
Haji yang dibantu VOC melawan Sultan Ageng Tirtayasa (ayahnya) yang dibantu
Pangeran Purboyo. Sultan Ageng Tirtayasa dan Pangeran Purboyo terdesak ke luar
kota, dan akhirnya Sultan Ageng Tirtayasa berhasil di tawan oleh VOC, sedangkan
Pangeran Purboyo mengundurkan diri ke daerah Priangan. Pada tahun 1682 Sultan
Haji dipaksa oleh VOC untuk menandatangani suatu perjanjian yang isinya :
a.
VOC mendapat hak monopoli dagang di Banten dan daerah
pengaruhnya.
b.
Banten dilarang berdagang di Maluku.
c.
Banten melepaskan haknya atas Cirebon.
d.
Sungai Cisadane menjadi batas wilayah Banten dengan
VOC.
3. Makasar menghadapi VOC (1666-1667)
Pada abad
ke-17 di Sulawesi Selatan telah muncul beberapa kerajaan kecil seperti Gowa,
Tello, Sopeng, dan Bone. Di antara kerajaan tersebut yang muncul menjadi
kerajaan yang paling kuat ialah Gowa, yang lebih dikenal dengan nama Makasar yang
mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Sultan Hasanudin antara
tahun 1654 - 1669.
Kerajaan
Makasar menjadi pesaing berat bagi kompeni VOC pelayaran dan perdagangan di
wilayah Indonesia Timur. Persaingan dagang tersebut terasa semakin berat untuk
VOC sehingga VOC berpura-pura ingin membangun hubungan baik dan saling
menguntungkan. Upaya VOC yang sepertinya terlihat baik ini disambut baik oleh
Raja Gowa dan kemudian VOC diizinkan berdagang secara bebas. Setelah
mendapatkan kesempatan berdagang dan mendapatkan pengaruh di Makasar, VOC mulai
menunjukkan perilaku dan niat utamanya, yaitu mulai mengajukan tuntutan kepada
Sultan Hasanuddin.
Tuntutan VOC
terhadap Makasar ditentang oleh Sultan Hasanudin dalam bentuk perlawanan dan
penolakan semua bentuk isi tuntutan yang diajukan oleh VOC. Oleh karena itu,
kompeni selalu berusaha mencari jalan untuk menghancurkan Makassar sehingga
terjadilah beberapa kali pertempuran antara rakyat Makassar melawan VOC.
Pertempuran
pertama terjadi pada tahun 1633 dan pertempuran kedua terjadi pada tahun 1654.
Kedua pertempuran tersebut diawali dengan perilaku VOC yang berusaha
menghalang-halangi pedagang yang masuk maupun keluar Pelabuhan Makasar. Dua
kali upaya VOC tersebut mengalami kegagalan karena pelaut Makasar memberikan
perlawanan sengit terhadap kompeni. Pertempuran ketiga terjadi tahun 1666 -
1667 dalam bentuk perang besar. Ketika VOC menyerbu Makasar, pasukan kompeni
dibantu oleh pasukan Raja Bone (Aru Palaka) dan Pasukan Kapten Yonker dari
Ambon. Pasukan angkatan laut VOC, yang dipimpin oleh Speelman, menyerang
pelabuhan Makasar dari laut, sedangkan pasukan Aru Palaka mendarat di Bonthain
dan berhasil mendorong suku Bugis agar melakukan pemberontakan terhadap Sultan
Hasanudin serta melakukan penyerbuan ke Makasar.
Peperangan
berlangsung seru dan cukup lama, tetapi pada saat itu Kota Makassar masih dapat
dipertahankan oleh Sultan Hasanudin. Pada akhir kesempatan itu, Sultan
Hasanudin terdesak dan dipaksa untuk menandatangani perjanjian perdamaian di
Desa Bongaya pada tahun 1667.
Perlawanan
rakyat Makasar akhirnya mengalami kegagalan. Salah satu faktor penyebab
kegagalan rakyat Makasar adalah keberhasilan politik adu domba Belanda terhadap
Sultan Hasanudin dengan Aru Palaka. Perlawanan rakyat Makasar selanjutnya dilakukan
dalam bentuk lain, seperti membantu Trunojoyo dan rakyat Banten setiap
melakukan perlawanan terhadap VOC.
Sultan Hasanuddin dipaksa menandatangani Perjanjian
Bongaya pada tanggal 18 November 1667, yang isinya :
1.
Wilayah Makasar terbatas pada Goa, wilayah Bone
dikembalikan kepada Aru Palaka.
2.
Kapal Makasar dilarang berlayar tanpa izin VOC.
3.
Makasar tertutup untuk semua bangsa, kecuali VOC
dengan hak monopolinya.
4.
Semua benteng harus dihancurkan, kecuali satu benteng
Ujung Pandang yang kemudian diganti dengan nama Benteng Roterrdam.
5.
Makasar harus mengganti kerugian perang sebesar
250.000 ringgit.
4. Maluku menghadapi VOC (1605-1675)
Pada tahun
1605 Belanda mulai memasuki wilayah Maluku dan berhasil merebut benteng
Portugis di Ambon. Praktik monopoli dengan sistem pelayaran hongi menimbulkan
kesengsaran rakyat. Pada tahun 1635 muncul perlawanan rakyat Maluku terhadap
VOC di bawah pimpinan Kakiali, Kapten Hitu. Perlawanan segera meluas ke
berbagai daerah. Oleh karena kedudukan VOC terancam, maka Gubernur Jederal Van
Diemen dari Batavia dua kali datang ke Maluku (1637 dan 1638) untuk menegakkan
kekuasaan Kompeni. Untuk mematahkan perlawanan rakyat Maluku, Kompeni
menjanjikan akan memberikan hadiah besar kepada siapa saja yang dapat membunuh
Kakiali. Akhirnya seorang pengkhianat berhasil membunuh Kakiali pada tahun 1643.
Dengan
gugurnya Kakiali, untuk sementara Belanda berhasil mematahkan perlawanan rakyat
Maluku, sebab setelah itu muncul lagi perlawanan sengit dari orang-orang Hitu
di bawah pimpinan Telukabesi. Perlawanan ini baru dapat dipadamkan pada tahun
1646. Pada tahun 1650 muncul perlawanan di Ambon yang dipimpin oleh Saidi.
Perlawanan meluas ke daerah lain, seperti Seram, Maluku, dan Saparua. Pihak
Belanda agak terdesak, kemudian minta bantuan ke Batavia. Pada bulan Juli 1655
bala bantuan datang di bawah pimpinan Vlaming van Oasthoom dan terjadilah
pertempuran sengit di Howamohel. Pasukan rakyat terdesak, Saidi tertangkap dan
dihukum mati, maka patahlah perlawanan rakyat Maluku.
Selanjutnya
Sultan Ternate yang syah harus membuat suatu perjanjian baru di mana Sultan
Ternate tidak perlu lagi menempatkan walikotanya di Kepulauan Ambon karena akan
diurus oleh Kompeni sendiri. Kompeni mengajukan permintaan agar sultan-sultan
Ternate dan Tidore mendapat kompensasi dengan diberi uang setiap tahun. Tetapi
Kompeni minta agar di daerah kerajaan tidak menanam pohon-pohon rempah-rempah.
Engan demikian maka Kompeni tidak perlu khawatir akan adanya perdagangan gelap
rempah-rempah di bagian utara bagian Maluku, karena di daerah itu tidak lagi
ditanami pohon-pohon rempah.
Tetapi
semasa pemerintahan Sultan Amsterdam tahun 1675, timbul lagi perlawanan terhadap
Kompeni yang ada di bawah Gubernurnya yang bernama Padbrugge. Perlawanan rakyat
dilakukan dengan cara Geriliya dari daerah Jailolo. Perlawanan itu tidak
berhasil dan Sultan Amsterdam terpaksa menyerahkan diri dan kemudian dibuan ke
Batavia. Dengan demikian maka usaha VOC menegakan monopoli perdagangan
rempah-rempah di daerah Maluku berhasil. Hal itu berarti pula VOC berhasil
menanamkan penguasaan politik kolonialnya di daerah Maluku.
5. Aceh menghadapi VOC (1602)
Usaha VOC
untuk berdagang dan menguasai pelabuhan-pelabuhan penting di Aceh tidak
berhasil, karena Sultan Iskandar Muda cukup tegas. Ia selalu mempersulit
orang-orang barat untuk berdagang di wilayahnya.
Pada tahun
1602, Inggris dan Belanda minta ijin untuk berdagang di wilayah Aceh. Sultan
Iskandar Muda menegaskan bahwa ia hanya akan memberi ijin kepada salah satu di
antara keduanya dengan syarat ijin diberikan kepada yang memberi keuntungan
kepada Kerajaan Aceh.
Karena merasa
kesulitan mendapatkan ijin berdagang, maka para pedagang Inggris dan Belanda
mencoba melaksanakan perdagangan Inggris dan Belanda mencoba melaksanakan
perdagangan gelap atau penyelundupan. Usaha itupun tidak berhasil, karena
armada Aceh selalu siaga menjaga setiap pelabuhan di wilayahnya.
Pada akhir
pemerintahan Sultan Iskandar muda, Aceh mulai surut. Hal itu akibat kekalahan Perlawanan Aceh terhadap Portugis di Malaka.
Oleh karena itu, Aceh membutuhkan banyak biaya untuk membangun armadanya
kembali. Maka dengan sangat terpaksa, Aceh memberi ijin kepada VOC untuk
berdagang di wilayahnya. Dalam pelaksanaannya, VOC tetap mengalami kesulitan.
Pada tahun 1641 VOC merebut Malaka dari tangan Portugis. Sejak itu VOC berperan
penting di Selat Malaka. Akibatnya peranan Aceh di selat tersebut makin
berkurang
2.7. Berakhirnya Kekuasaan Voc di
Indonesia
Pemerintah Belanda akhirnya
memutuskan untuk membubarkan VOC pada tanggal 31 Desember 1799. Sebab
Jatuhnya VOC antara lain:
1. Sistem Monopoli VOC dengan Akibat-Akibat yang
Merugikan
Tujuan
Monopoli dagang ini adalah untuk memperoleh keuntungan sebanyak mngkin dari
perdagangan dan tidak memperhatikan kehidupn atau membuat kebaikan terhadap
orang-orang pribumi. Akibatnya penduduk pribumi menjadi sangat miskin dan
bodoh. Mereka tidak dapat membeli barang-barang produksi yang dijual oleh
Belanda.
Beberapa kebijakan Belanda yang
meyebabkan orang-orang Indonesia terus miskin :
a.
Membeli murah, menjual mahal
Belanda selalu membeli hasil bumi orang-orang
Indonesia dengan harga murah, sedangkan bahan-bahan makanan, kain dan
barang-barang lainya dijual mahal kepada penduduk.
b.
Menjaga jumlah barang yang dimonopoli
Peraturan ini dijalankan supaya harga barang-barang
tidak merosot. Jika permintaan tinggi, maka pengeluaran dilebihkan dengan
syarat harganya tidak jatuh. Biasanya hasil yang berlebihan dengan menebang dan
memusnahkan pohon-pohon, membakar atau mengubur hasil-hasil yang berlebihan itu
supaya harganya tetap tinggi.
c.
Kerja paksa, peyelundupan dan perompakan di laut
Agar bisa mengontrol secara ketat terhadap hasil yang
berlebihan serta memperoleh tenaga yang murah, maka Belanda melakukan kerja
paksa. Kerja paksa yang berlebihan meyebabkan para petani itu masih meyediakan
makananya sendiri, namun juga pernah menerima rangsum dari pemerintah Belanda.
Monopoli Belanda ini juga menyebabkan terjadinya peyelunduban dan perompakan
laut.
d.
Menjaga monopoli terhadap tanaman-tanaman
Disamping menjaga stok barang, Belanda juga menjaga
tanaman-tanaman agar hasilnya tidak melebihi permintaan pasar,terutama tanaman
rempah-rempah di Maluku, gula di Jawa dan lada dari Aceh. Untuk menjaga tanaman
rempah-rempah di Maluku, Belanda melakukn pelayara Hongi yaitu pelayaran
bersenjata untuk memusnahkan tanaman rempah-rempah yang dianggap melanggar
peraturan. Pengawasan yang dilakukan Belanda ini membutuhkan biaya mahal dan
juga menimbulkan dendam dari penduduk yang dirusak tanamanya, akibatnya VOC
sekali lagi mengalami kerugian.
2. Cara Kerja yang tidak efektif dan efesien
Pada mulanya VOC itu dimaksutkan sebagai bada
perdagangan semata-mata. Tetapi setelah VOC itu berubah menjadi badan
pemerintah, maka anggaran pemerintahan atas seluruh wilayah kekuasaannya
melebihi keuntungan yang diperoleh. Pegawai-pegawai yang diangkat berdasarkan
keinginan VOC dan tidak sesuai profesinya ini hanya diberi gaji kecil.
Akibatnya terjadilah perdagangan pribadi dari pegawai yang paling rendah hingga
Gubernur Jendral.
Sementara itu perlawanan dari rakyat Indonesia tidak
ada heni-hentinya mlai dari perlawanan Sultan Agung, Sultan Hasanudin,
Trunajaya, Sultan Ageng, Untung Surapati, Raden Mas Said, dan Pangeran
Mangkubumi menyebabkan kas VOC semakin berkurang. Namun gaji yang rendah juga
mendorong terjadinya korupsi besar-besaran sehingga keuntungan VOC semakin
habis.
Ada beberapa cara pegawai VOC untuk memperkaya diri,
yaitu
a.
Karena jabatan-jabatan dapat dibeli maka para pegawai
VOC dapat megang lebih dari satu.
b.
Para pegawai VOC menjual barang-barang kepada VOC dengan
harga yang lebih tinggi.
c.
Mereka mencuri barang-barang dari gudang VOC dan
membaginya kepada sesama pegawai VOC.
d.
Sewaktu ingin mengirim barang, timbangan-timbangan
dilakukan secara tidak betul sehingga terjadi sisa barang yang kemudian
dijadikan milik pribadi.
e.
Mereka mempergunakan kemudahan-kemudahan VOC untuk menjalankan
perdagangan pribadi.
3. Saingan Perdagangan
Mula-mulanya
Belanda menghadapi persaingan Portugis dan Inggris. Perdagangan Portugia
akhirnya dapat dilumpuhkan. Sedangkan Inggris yang awalnya dapat didesak, namun
karena menguasai jalur perdagangan Selat Malaka, maka akhirnya justru menjadi
persaingan Belanda yang utama dari Eropa. Disamping Inggris, orang-orang Bugis
dengan pusat perdaganganya di Riau juga menjadi saingan yang hebat terhadap
perdagangan Belanda. Pertempuran-pertempuran laut antara Inggris-Belanda dan
Perancis dalam tahun 1780-1783 semakin berat beban keuangan yang ditanggung
Belanda.
4. Kemerosotan Perdagangan VOC
Kemerosotan
ini tentu saja disebabkan oleh saingan-saingan dari perdagangan-perdagangan
lain dan juga sebagai akibat dari keburukan sistem monopoli VOC. Sementara itu barang-barang
impor yang dimasukan Belanda ke Indonesia, seperti kain, yang diharapkan akan
dijual teryata rakyat tidak mampu membelinya. Akibatnya, perdagangan Belanda
semakin kecil sementara kekuasaan politik mereka semakin bertambah besar.
5. Besarnya Biaya untuk Menghadapi Perlawanan-perlawanan
Rakyat
Keuntungan
yang semakin berkurang dan biaya pemerintahan yang semakin bertambah, ditambah
lagi VOC harus menghadapi perlawanan-perlawanan yang dilakukan bangsa
Indonesia. Peperangan dengan Mataram, Banten, Makasar, bahkan campur tangan
Belanda dalam perang perebutan tahta di Mataram sampai tiga kali,terutama
perang melawan raden Mas Said dan Pangeran Mangkubumi menelan biaya banyak.
6. Pembagian Keuntungan yang Mengecewakan terhadap
Pemegang Saham
Dalam
membagi keuntungan kepada para pemegang saham dalam kongsi dagang Belanda itu
berlangsung secara tidak transparan. Dalam pembagian keuntungan itu, kadang VOC
memberi keuntungan 50 % dari modalnya. Dalm tahun-tahun apabila VOC mendapat
sedikit keuntungan, para pemegang saham itu jusru tidak diberi apa-apa. Teryata
dengan memberikan keuntungan yang besar pada saat VOC merugi mengakibatkan
hutang VOC semakin besar.
7. Perang Inggris-Belanda dan Perancis 1780-1784
Permusuhan
Inggris-Belanda dan Perancis dalam tahun 1780-1784 teryta merupakan pukulan
yang terakhir terhadap keuangan VOC. Peragangan Belanda terhenti di semua
kawasan akibat pengepungan Angkatan Laut Inggris yang sangat kuat, bahkan VOC
terblokade. Sebagai akibat pula, maka dana yang dikeluarkan untuk menghadapi
Inggris itu terlampau besar untuk ditanggung oleh kongsi dagan yang sedang
paiili itu.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Kedatangan
Belanda pertama kali ke Indonesia oleh Cornelis de Houtman di Banten pada tahun
1596 mengalami kegagalan karena mendapat perlawanan dari rakyat, kemudian
ekspedisi kedua Belanda di bawah pimpinan Jacob van Neck berhasil mendarat di
Banten pada 1598. Mulai dari sanalah penjajahan di Indonesia berawal.
Adanya
persaingan dagang antar sesama pengusaha Belanda memaksa Tuan-tuan Tujuh Belas
(Heeren Zeventein) membentuk Kongsi Dagang Belanda yang diberi nama VOC
(Vereenigde Oost-Indische Compagnie). Kongsi Dagang tersebut dipimpin oleh
Gubernur Jenderal yang dipilih oleh Tuan-tuan Tujuh Belas.
VOC
sangatlah penting bagi pemerintahan Belanda, sehingga VOC mempunyai hak-hak
istimewa (hak oktroi) yang mana salah satunya VOC berhak memonopoli prdagangan
di Nusantara, sehingga mengakibatkan rakyat menderita. Kedudukan VOC yang
mulanya semata-mata hanya merupakan kongsi dagang kemudian diberi hak istemewa
oleh Belanda mengakibatkan VOC harus mengeluarkan biaya lebih. Hal inilah yang
mengakibatkan VOC menjadi runtuh, selain itu juga perlawanan dari rakyat
Indonesia dan gaji pengawai yang rendah yang mengakibatkan terjadinya korupsi
juga mendorong runtuhnya VOC.
e.
Referensi
ü Nugroho
Notosusanto.1984.Sejarah Nasional Indonesia III. Jakarta: PT. Balai Pustaka
ü M.C
Ricklefs.2005. Sejarah Indonesia Modern 1200-2004. Jakarta: PT. Serambi Ilmu
Semesta
ü Rz. Leirissa
dkk. Sejarah Perekonomian Indonesia
ü Sartono
Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru 1500-1900 (dari
Emporium-Imperium)
Langganan:
Postingan (Atom)