BAB I
PENDAHULUAN
Fenomena perkembangan abad mutakhir
menghendaki adanya suatu sistem pengetahuan yang komprehensif. Dengan demikian
berdampak pada ilmu pengetahuan yang berkembang terus menerus tanpa berhenti
seiring dengan perkembangan pengetahuan manusia. Perkembangan pengetahuan
manusia tentang kehidupan, alam semesta, dan hal-hal yang bersifat abstrak
merupakan tantangan dan tujuan dari pencarian kebenaran sejati.
Perkembangan masyarakat dewasa ini
menghendaki adanya pembinaan manusia yang dilaksanakan secara seimbang antara
nilai dan sikap, pengatahuan, kecerdasan, keterampilan, kemampuan komunikasi,
dan kesadaran akan ekologi lingkungan dengan tujuan menjadikan manusia
tidak hanya berintelektual tingggi, tetapi juga memilki akhlak mulia.
Hal-hal
demikian, menjadikan seseorang untuk berpikir secara mendalam, merenung,
menganalisis dan menguji coba, serta merumuskan sesuatu kesimpulan yang
dianggap benar sehingga dengan melakukan kegiatan tersebut dengan tidak sadar
sudah melakukan kegiatan berfilsafat. Maka dari itu, ilmu lahir dari filsafat
atau dapat dikatakan filsafat merupakan induk dari sebuah ilmu. Oleh karena
itu, filsafat mempunyai kesamaan dan perbedaan dengan ilmu. Adapun pengertian dari
filsafat dapat dilihat dari segi etimologis dan terminologi, serta filsafat sebagai pandangan
hidup, dan filsafat sebagai ilmu. Filsafat
merupakan sesuatu yang digunakan untuk mengkaji hal-hal yang ingin dicari
kebenaranya dengan menerapkan metode-metode filsafat.
BAB II
PEMBAHASAN
Sifat Dasar Teori Ilmiah (Kesatuan
Ilmu-Metodologis-Struktural, Ciri Teori Ilmiah, Postulat Dan Term Primitif)
A. Definisi Teori Ilmiah
Teori
Menurut Babbie (2006:37) bahwa teori
ialah suatu penjelasan yang sistematis untuk mengobservasi fakta-fakta dan
hukum-hukum yang berkait dengan aspek tertentu dari kehidupan.Suriasumantri (2010:143)
mengatakan bahwa teori merupakan pengetahuan ilmiah yang mencakup penjelasan
mengenai suatu faktor tertentu dari sebuah disiplin keilmuan.
Teori merupakan slah
satu konsep dasar penelitian sosial. Teori adalah seperangkat konsep, defenisi
dan proposisi yang berusaha menjelaskan hubungan sistematis suatu fenomena,
dengan cara memerinci hubungan sebab-akibat yang terjadi.
Erwan dan Dyah dalam
bukunya mengatakan bahwa teori adalah serangkaian konsep yang memiliki hubungan
sistematis untuk menjelaskan suatu fenomena sosial tertentu dan merupakan salah
satu hal yang paling fundamental yang harus dipahami seorang peneliti ketika ia
melakukan suatu penelitian. Secara umum istilah teori dalam ilmu sosial
mengandung beberapa pengertian yaitu:
a.
Teori adalah abstraksi dari realitas.
b.
Teori terdiri dari sekumpulan prinsip-prinsip dan
definisi-definisi yang secara konseptual mengorganisasikan aspek-aspek dunia
empiris secara sistematis.
c.
Teori terdiri dari teorema-teorema yakni generalisasi
yang diterima/terbukti secara empiris.
Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut dapat
disimpulkan bahwa teori pada dasarnya merupakan konseptualisasi atau penjelasan
logis dan empiris tentang suatu fenomena.
Ciri-Ciri
Teori
Narbuko dan Achmadi (2002:28) berpendapat sebagai berikut.
a)
Hubungan dengan data, teori dibangun dengan data yang
tersusun dalam satu sistem pemikiran yang sistematik. Karena itu, maka
pengumpulan data dilakukan hanya sesudah segala sesuatupun mengenai masalah
penelitian telah selesai direncanakan. Dengan demikian dapat dipahami bahwa
teori tidak tepat disamakan dengan
pengertian “metafisik yang tidak
praktis”. Justru segala tindakan praktis di dalam kehidupan didasarkan atas satu
sudut pandangan dan teori tertentu. Misalnya, tindakan pedagogik tertentu bagi
seorang guru didasarkan atas dasar teori perubahan tingkah laku. Juga segala
tindakan praktis pemerintah di bidang moneter didasarkan atas teori kenegaraan.
Walaupun mungkin teori itu berubah-ubah dari pemerintah satu dengan yang lain.
b)
Hubungan dengan hipotesis penelitian, sebuah teori
adalah perumusan sementara tentang suatu kemungkinan dalil. Teori sebagai titik
permulaan di dalam arti bahwa dari situlah bersumbernya hipotesis yang akan
dibuktikan. Adapun secara etimologi (asal-usul kata), hipotesis berasal dari
kata “hipo” yang artinya kurang atau lemah sedangkan “tesis” atau “thesis” yang berarti teori, proposisi,
atau pernyataan yang disajikan sebagai bukti. Jadi, hipotesis adalah pernyataan
yang masih lemah kebenarannya dan masih perlu dibuktikan kenyataannyanya. Jika
suatu hipotesis telah terbukti kebenarannya, ia akan berubah namanya yang
disebut tesis, jadi merupakan teori.
Utama (2013:9), berpendapat bahwa teori mempunyai
beberapa karakteristik sebagai berikut.
1)
Harus konsisten dengan teori-teori sebelumnya yang
memungkinkan tidak terjadinya kontraksi dalam teori keilmuan secara
keseluruhan.
2)
Harus cocok dengan fakta-fakta empiris, sebab teori
yang bagaimanapun konsistennya apabila tidak didukung oleh pengujian empiris
tidak dapat diterima kebenarannya secara ilmiah.
Ada empat cara teori dibangun menurut Melvin Marx:
(1) Model Based Theory
Berdasarkan teori pertama teori berkembang adanya
jaringan konseptual yang kemudian diuji secara empiris. Validitas substansi
terletak pada tahap-tahap awal dalam pengujian model, yaitu apakah model
bekerja sesuai dengan kebutuhan peneliti.
(2) Teori Deduktif
Teori kedua mengatakan suatu teori dikembangkan
melalui proses deduksi. Deduksi merupakan bentuk inferensi yang
menurunkansebuah kesimpulan yang didapatkan melalui penggunaan logikapikiran
dengan disertai premis-premis sebagai bukti. Teori deduktif merupakan
suatu teori yang menekankan pada struktur konseptualdan validitas
substansialnya. Teori ini juga berfokus padapembangunan konsep sebelum
pengujian empiris.
(3) Teori Induktif
Teori ketiga menekankan pada pendekatan empiris untuk
mendapatkan generalisasi. Penarikan kesimpulan didasarkan pada observasi
realitas yang berulang-ulang dan mengembangkan pernyataan-pernyataan yang
berfungsi untuk menerangkan serta menjelaskan keberadaan pernyataan-pernyataan
tersebut.
(4)Teori
Fungsional
Teori keempat mengatakan suatu teori
dikembangkan melalui interaksi yang berkelanjutan antara proses konseptualisasi
dan pengujian empiris yang mengikutinya. Perbedaan utama dengan teori deduktif
terletak pada proses terjadinya konseptualisasi pada awal pengembangan teori.
Pada teori deduktif rancangan hubungan konspetualnya diformulasikan dan
pengujian dilakukan pada tahap akhir pengembangan teori.
Definisi
Ilmiah
Kata ilmiah
itu berasal dari kata “ilmu” sehingga demikian kata ilmiah dimaknai sesuatu
yang sesuai dengan metode dan prinsip keilmuan.
Jadi,
Teori ilmiah
adalah seperangkat pernyataan dan definisi dari sistem klasifikasi yang disusun
secara sistematis. Teori ilmiah merupakan sebuah kumpulan
pernyataan yang saling berhubungan dan didukung dengan baik yang menjelaskan
berbagai pengamatan dan dapat digunakan untuk membuat prediksi yang dapat
diuji. Teori ilmiah
merupakan sebuah kumpulan pernyataan yang saling berhubungan dan didukung
dengan baik, yang menjelaskan berbagai pengamatan dan dapat digunakan untuk
membuat prediksi yang dapat diuji.
B.
Dasar
Teori Ilmiah
Dasar
teori ilmiah terdiri atas:
1)
Teori ilmiah bukan suatu kesatuan doktrin
2)
Kesatuan ilmu metodologis dan structural
C.
Struktur
Teori Ilmiah
Sturuktur
teori ilmiah terdiri atas:
1) Teori
ilmiah harus mampu menjelaskan fakta-fakta yang diamati sebagai konsekuensinya
secara logis sudah semestinya.
2) Teori
ilmiah harus sesuai dengan teori-teori lain.
3) Teori-teori
ilmiah harus bebas dari hipotesis-hipotesis khusus.
4) Teori
ilmiah harus mampu memilih satu dari teori-teori yang ekuivalen satu sama
lainnya.
5) Teori
ilmiah harus mampu memilih suatu pengujian yang menentukan.
D.
Ciri
Teori Ilmiah
Karl Popper
mendeskripsikan ciri-ciri teori ilmiah sebagai berikut:
a)
Mudah mendapatkan penegasan, atau pembuktian, untuk
hampir semua teorijika kita mencari pembuktian.
b)
Penegasan harus berlaku hanya jika itu merupakan hasil
dari prediksi yang beresiko
c)
Setiap teori ilmiah yang bagus itu larangan. Teori ini
melarang hal-hal tertentu terjadi.Semakin banyak teori itu melarang semakin
baik.
d)
Teori yang tidak dapat disangkal oleh peristiwa yang
mungkin terjadi bukanlah teori ilmiah.
e)
Setiap test sejati dari suatu teori merupakan upaya
untuk memalsukanya , atau menyankalnya
f)
Menegaskan bukti tidak harus berlaku kecuali ini
merupakan hasil test asli teori tersebut; danhal itu berarti bahwa teori bisa
dikemukan sebagai upaya serius tapi tidak berhasil menyangkalteori itu.
g)
Beberapa teori yang dapat diuji dengan test asli,
ketika ditemukan salah, masih dijunjung tinggi oleh pengagumnya. mungkin dengan
memberikan asumsi tertentu untuk mendukungnya, atau dengan menafsirkan ulang
teori tersebut sedemikian rupa sehingga terhindar dari sangkalan.Tindakan
menyelamatkan teori dari sangkalan semacam ini saya deskripsikan
conventionalist twist (plintiran konvensionalist) atau
conventionalist stratagem
Menurut
Kitcher teori ilmiah yang baik harus memiliki tiga ciri:
1.
Kesatuan: suatu ilmu harus disatukan, teori yang bagus
terdiri dari satu strategi pemecahan masalah, atau sekelompok kecil strategi
pemecahan masalah,yang dapat diterapkan padamasalah yang luas.
2.
Produktif: Suatu teori ilmiah yang hebat, suatu teori
memperkenalkan cara baru memandang dunia, teori bisa mendorong kita untuk
mengajukan pertanyaan-pertanyaan baru dan sehingga membuka penelitan baru yang
berguna. Ilmu yang berkembang tidak pernah komplet. Tapi ketidak lengkapan ini
bukan hal yang buruk. Sebaliknya ketidak lengkapan ini merupakan pokok dari
produktivitas. Sebuah teori harus produktif; teori selalu memunculkan
pertanyaan-pertanyaan baru danmengharuskan pertanyaan itu bisa dijawab dengan
strategi pemecahan masalahnya.
3.
Hipotesa bantuan yang dapat diuji secara mandiri: Sebuah
hipotesa tambahan harus bisa diujisecara independen terhadap masalah tertentu
yang hrus dipecahkannya. Seperti definisi teori yang lain, termasuk teori
Popper, Kitcher menjelaskan bahwa suatu teori ilmiah terdapat
pernyataan-pernyataan yang memiliki konsekwensi penelitian. Tapi seperti
ketidak teraturan penelitian di orbit Uranus, penolakan merupakan satu-satunya
konsekwensi yang mungkin terhadap penelitian. Terciptanya hipotesa baru juga
merupakan konsekwensi lain.
E. Postulat
1. Definisi Postulat
Menurut Narbuko dan Achmadi (2002:23), bahwa “Kalau
kita menyatakan: “Manusia adalah makhluk sosial” atau “Manusia itu dilahirkan
dalam keadaan tak berdaya”, kedua pernyataan itu dapat kita sebut postulat.
Pernyataan: “Manusia adalah makhluk sosial” dapat digunakan sebagai landasan
pikiran yang pasti untuk mengembangkan teori-teori dalam ilmu-ilmu sosial dan
penelitian-penelitian ilmiah”.
Selanjutnya, Gade (2005:131) mengatakan bahwa postulat
adalah asumsi yang menjadi pangkal dalil yang dianggap benar tanpa perlu
membuktikannya, merupakan suatu anggapan dasar, atau pun suatu patokan duga.
Tim UPI (2005:88) mrngungkapkan bahwa postulat adalah suatu proposisi yang
diterima dibagai kebenaran.
Harahap (2002:20), pengertian postulat adalah
pernyataan yang dapat membuktikan sendiri kebenarannya atau disebut juga
aksioma yang sudah diterima karena kesesuaiannya dengan tujuan. Kemudian,
pendapat Suriasumantri (2010:155) “Postulat merupakan asumsi dasar yang
kebenarannya kita terima tanpa dituntut pembuktiannya. Kebenaran ilmiah pada
hakikatnya harus disahkan lewat sebuah proses yang disebut metode keilmuan”.
2.
Ciri-Ciri
Postulat
Suriasumanti (2010:155) berpendapat bahwa “Postulat adalah ibarat titik
dalam lingkaran yang eksistensinya kita tetapkan secara sembarang. Namun, mesti
terdapat alasan yang kuat dalam menetapkan sebuah postulat sukar sampai
diterima secara universal. Umpamanya masalah yang sangat sederhana: Apakah
sebenarnya tujuan pendidikan?”
3. Prinsip-Prinsip Postulat
Adapun prinsip postulat menurut Salam (2003:35) memiliki delapan prinsip,
yaitu sebagai berikut.
a.
Prinsip kausalitas,
merupakan suatu kepercayaan bahwa setiap kejadian mempunyai sebab, oleh karena
itu dalam keadaan yang sama, sebab yang sama, selalu menghasilkan akibat yang
sama.
b.
Prinsip ramalan
yang sama, menyatakan bahwa sekumpulan kejadian akan menunjukkan sejumlah
hubungan atau antarhubungan di masa depan sebagaimana telah ditunjukkan pada
masa yang lampau atau sebagaimana ditunjukkan dewasa ini.
c.
Prinsip objektif,
menuntut si penyelidik untuk tidak berbuat berat sebelah sehubungan dengan data
yang ia hadapi. Faktanya harus dapat dicoba sedemikian rupa dalam cara-cara
yang sama oleh semua orang yang bukan peneliti. Maksudnya ialah menghilangkan
semua subjektivitas dan unsur pribadi sejauh mungkin dan sedapat mungkin untuk
memusatkan perhatian terhadap objek penelitian tersebut.
d.
Prinsip empirisme,
memungkinkan bagi peneliti untuk mengasumsi bahwa rasa impresinya itu benar,
dan tes kebenaran merupakan suatu tuntutan ke arah fakta yang telah teruji.
Mengetahui, adalah akibat daripada observasi, pengalaman dan percobaan sebagai
lawan terhadap kekuasaan, intuisi atau akal belaka.
e.
Prinsip parsimony
(penghematan), menyarankan bahwa untuk hal-hal yang sama, seseorang akan
membuat penjelasan yang sederhana sebagai suatu pernyataan yang sah. Prinsipnya
adalah sebuah pengecekan terhadap hal-hal pelik yang tak berguna, untuk
mencegah penggunaan penjelasan-penjelasan yang sangat rumit. Biasanya disebut
“Pisau Occam” sejak William Occam, seorang filosof Inggris pada abad ke-14
menyatakan, “kesatuan itu jangan di perbanyak di luar kebutuhannya.
f.
Prinsip isolasi
atau pengasingan, meminta agar fenomena yang akan diselidiki itu harus
dipisahkan sehingga dapat diteliti tersendiri.
g.
Prinsip kontrol
(pengawasan), mengutamakan pentingnya pengawasan terutama pada taraf
eksperimen, jika tidak, banyak unsur-unsur yang akan menyimpang dalam waktu
yang sama, di mana eksperimen itu tidak dapat diulang dengan cara yang sama.
Seandainya berubah sementara eksperimen itu sedang dilangsungkan, hasilnya pun
mungkin akan tidak sempurna.
h.
Prinsip pengukuran
yang tepat, menuntut supaya hasil-hasilnya nanti dapat dinyatakan dalam
bentuk kuantitatif atau dalam istilah-istilah matematis. Hal ini terutama
menjadi tujuan akhir dari penelitian ilmu alam.
4. Tujuan Postulat
Narbuko dan
Achmadi (2002:23), mengungkapkan bahwa postulat berpengaruh terhadap tingkat
validitas dan reliabilitas teori-teori dan penelitian ilmiah yang dikembangkan
kemudian. Pengembangan pernyataan
tersebut misalnya pernyataan bahwa “sebagai makhluk sosial, manusia ingin
bergaul dengan manusia lain” dan dari “Pergaulan itu akan dapat menimbulkan
pengaruh pendidikan”. Pernyataan-pernyataan terakhir itu akan dapat berkembang
menjadi teori dan bahkan dapat disebut teori, dan karenanya akan dapat
mengembangkan penelitian ilmiah.
Yang dimaksud dengan tingkat validitas ialah tingkat
kejituan atau ketepatan landasan pikirannya, sedang yang dimaksud tingkat
reliabilitas ialah tingkat keajengan landasan pikiran itu apabila diterapkan
dengan kondisi yang sama dalam beberapa waktu dan keadaan. Kalau terdapat
penyimpangan akan sangat sedikit sekali, bahkan tidak tampak/ tidak berarti.
Karenanya semua pengetahuan ilmiah mesti akan dituntut tingkat validitas dan
reliabilitasnya.
5. Unsur-Unsur Postulat
Pendapat Narbuko
dan Achmadi (2002:23) bahwa postulat tentang alam semesta diklasifikasikan
menjadi lima unsur postulat pokok, yaitu: postulat jenis, keajengan, sebab
akibat, keterbatasan sebab akibat, dan variabelitas gejala, sedangkan postulat
pokok tentang kemampuan manusia diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu: postulat
tentang realibilitas pengamatan, ingatan, dan pemikiran.
a) Postulat-Postulat
tentang Alam Semesta
1) Postulat Jenis
Postulat ini menentukan bahwa gejala yang ada di alam
ini mempunyai kesamaan-kesamaan dan perbedaan-perbedaan. Adanya
perbedaan-perbedaan akan menentukan aneka ragam jenis dan kesamaan-kesamaan
gejala akan mewujudkan rumpun sejenis, air dan minyak berbeda tetapi sejenis,
begitu pula batu dan besi berbeda tetapi sejenis. Apakah hewan dan manusia juga
berbeda tetapi sejenis? Kiranya juga begitu, sebab manusia adalah “animal
rasional”. Postulat ini memiliki 3 fungsi, yaitu: (a) meringkaskan
gejala-gejala, (b) memudahkan mencari jenis suatu gejala, (c) memudahkan
komunikasi baik oleh sesama ilmuwan maupun dengan masyarakat.
2) Postulat Keajengan
Postulat itu menganggap bahwa gejala-gejala alam
mempunyai kecenderungan untuk mempertahankan sifat-sifat hakikat dalam keadaan
dan waktu tertentu. Baik gejala-gejala alam maupun sosial memiliki sifat tidak
mutlak, artinya dapat berubah-ubah. Hanya perubahan kemutlakan gejala-gejala
alam relatif lebih kecil daripada gejala-gejala sosial. Kalau air dipanaskan
sampai derajat tertentu mendidih kemudian menguap dan kalau uap air didinginkan
sampai derajat tertentu mengembun kemudianb membeku, dan kalau terjadi kontak
antara manusia dengan manusia mungkin akan terjadi komunikasi dan interaksi,
jelaslah bahwa contoh-contoh tersebut menunjukkan adanya perubahan entah cepat
atau lambat.
3) Postulat Sebab Akibat
Postulat ini menganggap bahwa semua kejadian dalam
alam semesta ini terikat pada hubungan antara sebab dan akibat. Kalau suatu
benda jatuh, ini disebabkan oleh gravitasi bumi, dan kalau seseorang mengantuk,
mungkin saja disebabkan oleh terlalu makan, karena suatu penyakit, atau terlalu
banyak bergadang.
4) Postulat Keterbatasan Sebab Akibat
Ternyata tidak semua sebab menimbulkan semua akibat.
Inilah yang dimaksud dengan keterbatasan. Belum tentu semua orang yang
mengantuk disebabkan oleh kurang istirahat. Dan sebaliknya belum tentu semua
orang yang kurang istirahat lalu menjadi ngantuk. Sebab membatasi akibat dan
bisa juga akibat membatasi sebab.
5) Postulat Variabelitas Gejala Alam
Apabila kita
mencampur 1 sendok pewarna merah dengan 1 liter air jernih dan dengan 5 liter
air jernih jelas akan kita lihat variabel warna merah yang berbeda. Begitu pula
kita akan melihat variabel tingkah laku yang berbeda, bila kita tersenyum
kepada orang debil dibanding dengan atau kepada gadis cantik atau pemuda gagah.
Dalam kondisi-kondisi dan dengan
persyaratan-persyaratan tertentu yang sempurna sering dapat ditimbulkan gejala
yang sama untuk gejala alam, tetapi hal ini sangat sukar sekali diwujudkan
dalam gejala-gejala sosial. Oleh karena itu, postulat ini harus dipertimbangkan
benar-benar apabila kita mengadakan eksperimen.
b) Postulat-Postulat
tentang Kemampuan Manusia
1) Postulat Reliabilitas Pengamatan
Pengamatan peneliti dalam aktivitasnya tidaklah
selamanya tetap dan bahkan mungkin suatu ketika salah dalam pengamatannya yang
secara terus-menerus dan teliti terhadap suatu proses atau gejala di manapun ia
mengadakan penelitian. Hal itu biasanya disebabkan oleh faktor-faktor:
kelelahan, keinginan, harapan, atau motivasi dari aktivitas itu. Ini
mengisyaratkan apabila peneliti lelah, harapannya tidak terwujud, keinginannya
tidak terpenuhi dan motivasinya rendah, besar sekali kemungkinannya akan salah
pengamatannya.
Untuk mengurangi kesalahan perlu adanya koreksi
terhadap hasil pengamatannya dengan cara: (1) pengamatan ulang, (2) menambah
banyak kasus yang diamati, (3) membandingkan dengan hasil pengamatan orang
lain, (4) menggunakan ukuran-ukuran yang mantap, dan tepercaya dan memadai, (5)
menggunakan simbol-simbol, dan (6) berbuat objektif.
2) Postulat Reliabilitas Ingatan
Seperti halnya dengan pengamatan, karena keterbatasan
ingat seseorang maupun peneliti, dan karenanya berpengaruh terhadap cara
mengungkap atau mereproduksi kembali apa saja yang ia hayati. Pada umumnya
orang mudah mengingat hal-hal atau peristiwa-peristiwa yang mengesankan. Ini
meliputi: apa yang ia senangi, apa yang
ia benci, apa yang ia kagumi, apa yang mencemaskan, dan lain-lain.
Untuk mengurangi kesalahan dan untuk memudahkan
mengingat, orang atau peneliti suka membuat “memory” misalnya: dokumen, simbol, folio rekaman, dan lain-lain.
3) Postulat Reliabilitas Pemikiran
Di dalam hal reasoning inipun seseorang atau peneliti
tidak luput dari kesalahan. Pemikiran seseorang kadang-kadang berubah-ubah
terpengaruh oleh keadaan, tempat, dan waktu. Suatu ketika orang mengikuti
logika, suatu ketika mengikuti perasaan (hati).
Kita harus mengingat bahwa yang benar itu logis tapi
harus diingat bahwa yang kogis itu tidak selamanya selalu benar. Kesalahan bisa
dituntutkan karena tidak digunakan logika formal dalam orientasi berpikirnya.
Sebagai ilustrasi, misalnya: “Sukarno M. Nur artis kehidupan materialnya
melimpah” dan “Hetty Kus Endang artis kehidupan materialnya melimpah”. Jadi,
semua arti kehidupan materialnya melimpah. Sepintas lalu generasi itu tampaknya
benar. Tetapi benarkah semua artis begitu kehidupannya? Sebab ternyata banyak
sekali artis yang kehidupan materialnya pas-pasan. Jadi, generasi itu salah.
6. Kelebihan-Kelebihan Postulat
Menurut Suriasumantri, “Postulat dalam
pengajuannya tidak memerlukan bukti tentang kebenarannya (2010:157)”.
BAB III
PENUTUP
Ilmu merupakan kumpulan pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri tertentu yang
membedakan ilmu dengan pengetahuan-pengetahuan lainnya. Ciri-ciri keilmuan ini
didasarkan pada jawaban yang diberikan ilmu terhadap ketiga pertanyaan pokok,
yaitu: Apakah yang ingin kita ketahui?
Bagaimanakah cara kita memperoleh pengetahuan? Dan apakah nilai pengetahui
tersebut bagi kita? Dan, apakah nilai pengetahuan tersebut bagi kita?
Filsafah mempelajari masalah ini sedalam-dalamnya dan hasil pengkajiannya
merupakan dasar bagi eksistensi ilmu.
Ontologi membahas tentang apa yang ingin kita ketahui, seberapa jauh kita
ingin tahu. Atau dengan perkataan lain, suatu pengkajian mengenai teori tentang
”ada”. Kemudian bagaimana cara kita mendapatkan pengetahuan mengenai objek
tersebut? Untuk menjawab pertanyaan itu maka kita berpaling kepada
epistemologi: yakni teori pengetahuan. Akhirnya dalam menjawab pertanyaan
ketiga tentang nilai kegunaan nilai pengetahuan tersebut maka kita berpaling
kepada aksiologi: yakni teori tentang nilai. Setiap bentuk buah pemikiran
manusia dapat dikembalikan pada dasar-dasar ontologi, epistemologi, dan
aksiologi dari pemikiran yang bersangkutan. Analisis kefilsafatan ditinjau dari
tiga landasan ini akan membawa kita kepada hakikat buah pemikiran tersebut. Demikian
juga kita akan mempelajari ilmu ditinjau dari titik tolak yang sama untuk
mendapatkan gambaran yang sedalam-dalamnya.
Metodologi penelitian ilmiah megenal istilah-istilah postulat, asumsi, prinsip, dan teori. Istilah-istilah tersebut mempunyai
perbedaan-perbedaan sebagai ciri khasnya. Kita tidak terlepas dengan istilah
tersebut ketika akan melakukan penelitian ilmiah. Untuk itu, maka kita mesti
mengetahui perbedaan-perbedaannya agar kita dapat menempatkannya secara benar
pada karya ilmiah kita nantinya.
DAFTAR
PUSTAKA
Narbuko,
Cholid dan Abu Achmadi. 2002. Metodologi
Penelitian. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Purwo,
Husodo. 2014. Pengantar Filsafat, Ilmu
dan Logika. Yogyakarta: Familia
Susanto, A.
2011. Filsafat Ilmu: Suatu Kajian dalam
Dimensi Ontologis, Epistemologis, dan Aksiologis. Jakarta: PT Bumi Aksara.
The gambling problem with a casino? - DrmCD
BalasHapusthe gambling problem with a casino? I 세종특별자치 출장마사지 want to help you 서산 출장샵 solve this problem through a legal system, a fair way, 경산 출장안마 and 용인 출장마사지 the most 익산 출장안마